CIREBON, CHANEL7.ID – Polemik kepemimpinan di Desa Setu Kulon, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, terus menuai sorotan tajam. Setelah sebelumnya mencuat skandal penggunaan Siltap yang tidak sesuai regulasi dan skandal penandatanganan plt sebelum menerima Surat Keputusan (SK) resmi dari kecamatan sebagai plt, kini masyarakat dan publik dikejutkan dengan beredarnya surat undangan pembahasan Rancangan Perdes APBDes Tahun 2025 yang ditandatangani oleh Plt Kuwu, Tanto Taufik Hidayat.
Beredarnya surat yang ditandatangani Plt pada tanggal 2 Juni 2025 bernomor 005/314/Desa yang bersifat penting itu ditujukan kepada Ketua dan Anggota BPD Desa Setu Kulon. Dalam isi surat, Plt Kuwu mengundang pihak BPD untuk hadir dalam kegiatan pembahasan rancangan Perdes APBDes Tahun Anggaran 2025 yang dijadwalkan pada Selasa, 3 Juni 2025 pukul 19.30 WIB di balai desa.
Namun, kejanggalan muncul lantaran undangan tersebut hanya ditujukan kepada ketua BPD dan Angota BPD saja, tanpa mencantumkan partisipasi unsur masyarakat atau pihak lain, sebagaimana semangat partisipatif yang diamanatkan dalam regulasi tentang desa. Padahal, proses penyusunan Perdes APBDes seharusnya terbuka dan melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Saat dihubungi, Camat Hevazi Aldahary, S.Sos, M.Si, ketika disoal mekanisme ia
Menjawab, “Beli konsul bos sebab lagi rapat di DPMD saya ga hadir bos lagi kegiatan lain bos”, jawab nya melalui pesan whastapp (03/06/2025).
Disisi lain, Yosep Anandi selaku Ketua BPD Setu Kulon telah terkonfirmasi terkait siapa penyelenggara Pembahasan Rancangan Perdes Apbdes tahun 2025 dengan Nomor: 005/314/Desa yang bersifat penting, “Plt Dau pembahasan, ekspos” jawab hematnya melalui whatsapp (03/06/2025).
Melanggar Semangat Partisipasi dan Tata Kelola Desa:
Surat ini dinilai tidak mencerminkan azas keterbukaan dan kepentingan umum, sebagaimana diatur dalam berbagai regulasi desa. Berdasarkan:
• Permendagri No. 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa, khususnya Pasal 8;
• Permendagri No. 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD), khususnya Pasal 31, 32, dan pasal-pasal yang mengatur hak dan kewenangan BPD (Pasal 51, 60, 63);
• Serta aturan tata tertib BPD (Pasal 64 Permendagri 110/2016).
Seharusnya tahapan pembahasan Perdes APBDes dilakukan secara terbuka, partisipatif, dan melibatkan masyarakat sebagai bentuk pengawasan publik.
Dengan hanya mengundang BPD, Plt Kuwu dinilai tidak menjalankan prinsip-prinsip etika tata kelola pemerintahan desa yang baik (good governance). Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa proses perencanaan Perdes APBDes dilakukan secara sepihak dan berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Urgensi Regulasi dan Transparansi dalam APBDes 2025:
Sebagai dokumen hukum yang mengatur seluruh alokasi anggaran yang ada di desa selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember 2025), Perdes APBDes memiliki peran strategis dalam pembangunan desa.
Berdasarkan Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, penyusunan dan pengelolaan APBDes harus mengacu pada prinsip:
• Transparansi
• Akuntabilitas
• Partisipasi
• Disiplin anggaran
Perdes APBDes tidak boleh disusun semata sebagai formalitas, melainkan harus menjadi alat kontrol bagi masyarakat dan publik untuk menjamin bahwa setiap anggaran yang dikeluarkan benar-benar digunakan untuk kepentingan umum yang mengedepankan terhadap kebutuhan masyarakat.
Komponen Penting dalam APBDes 2025:
APBDes 2025 terbagi dalam tiga komponen utama:
1. Pendapatan Desa:
o PADesa (hasil usaha desa, retribusi, aset desa)
o Transfer Dana (Dana Desa, ADD, bagi hasil pajak/retribusi)
o Pendapatan Lain-lain yang Sah (hibah, donasi)
2. Belanja Desa:
o Digunakan untuk pembangunan, penyelenggaraan pemerintahan, pembinaan masyarakat, dan pemberdayaan.
3. Pembiayaan Desa:
o Meliputi pinjaman, pengeluaran, atau penerimaan pembiayaan lain yang bersifat tidak reguler.
Tahapan Ideal Penyusunan APBDes:
Dalam penyusunan Rancangan Perdes APBDes, terdapat tahapan krusial yang harus dilalui:
1. Prakarsa Pemerintah Desa: menyusun rancangan awal.
2. Konsultasi Masyarakat: melibatkan warga untuk memberi masukan.
3. Pembahasan dengan BPD: memastikan ada kesepakatan bersama.
4. Evaluasi oleh Camat dan Bupati/Walikota: dilakukan paling lambat 3 hari setelah disetujui oleh BPD.
Sayangnya, tahapan regulasi tersebut tidak tampak dijalankan secara utuh oleh Plt Kuwu Setu Kulon, sehingga menimbulkan kecurigaan publik terkait transparansi dan legitimasi anggaran yang disusun.
Masyarakat Harus Terlibat dan Mengawal:
Perlu ditegaskan bahwa Perdes APBDes bukan hanya tanggung jawab pemerintah desa dan BPD, tetapi juga milik masyarakat. Setiap warga desa berhak tahu, mengawasi, dan berpartisipasi dalam penyusunan serta pelaksanaan anggaran yang di pemerintah desa setu kulon dapat tercapainya “good governance”.
Catatan:
Pihak kecamatan harusnya bisa menjadi sebagai fasilitator dan koordinator yang aktif mengawal proses penyusunan dan pelaksanaan APBDes sebagai bentuk pengawasan dan pembinaan terhadap desa, kendati demikian agar tidak terjadi penyalahgunaan anggaran, praktik nepotisme, maupun keputusan yang bertentangan dengan hukum. Selain itu, langkah-langkah strategis Camat bisa mengambil sikap dalam persoalan ini sebagaimana regulasi yang ada.
Pemerintah desa harus kembali kepada prinsip dasar undang-undang desa, yakni mengedepankan asas kepentingan umum yang berpihak kepada kepentingan masyarakat bukan berkepentingan terhadap suatu kelompok atau blok tertentu.
®Hadiyanto