CIREBON, CHANEL7.ID – Terkuaknya skandal Pendapatan Asli Desa (PADesa) di Kabupaten Cirebon baru-baru ini telah menarik perhatian berbagai elemen masyarakat, mulai dari pemerhati hingga praktisi hukum. Persoalan di desa ini sangat kompleks, terutama terkait tunjangan insentif tambahan yang bersumber dari tanah kas desa (TKD).
Masih banyak anggapan bahwa oknum aparatur pemerintah desa menganggap tunjangan insentif tambahan dari tanah kas desa, khususnya tanah bengkok, bukan merupakan bagian dari PADesa. Kondisi ini bertentangan dengan Peraturan Bupati Cirebon Nomor 182 Tahun 2022 Pasal 16.
Sebelum terkuaknya skandal PADesa, tidak sedikit oknum aparatur pemerintah desa yang diduga menghindari pajak pendapatan. Pasalnya, tunjangan insentif tambahan yang bersumber dari tanah kas desa sering kali tidak disetorkan ke rekening desa dengan kode yang sesuai.
Minimnya sosialisasi dari dinas terkait juga menjadi masalah, karena terjadi saling tuding antara tingkat desa, kecamatan, hingga Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
Kondisi Pemerintah Kabupaten Cirebon yang darurat skandal PADesa ini menarik perhatian publik. Setelah skandal ini terkuak, Nota Kesepahaman (MoU) antara pemerintah desa se-Kabupaten Cirebon dengan Kejaksaan Negeri Kabupaten Cirebon menimbulkan kontroversi. Pertanyaan besar muncul di kalangan masyarakat mengenai apakah MoU tersebut merupakan bentuk perlindungan hukum atau sekadar pakta integritas, ataukah ada unsur kepentingan di balik skandal PADesa.
- Advertisement -
Kasus skandal PADesa ini tentunya menyoroti kinerja kepemimpinan di era Bupati Cirebon H. Imron Rosyadi dan Wakil Bupati Hj. Wahyu Tjiptaningsih periode 2019-2024. Kondisi ini memperlihatkan kurang maksimalnya kinerja di era kepemimpinan mereka, selain itu juga kinerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) DPMD dianggap tidak maksimal dalam pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja pemerintah desa.
Bukan hanya skandal PADesa, persoalan Pendapatan Daerah yang bersumber dari sewa tanah senilai lebih dari 10 miliar rupiah juga pernah ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada masa jabatan Imron Rosyadi dan Wahyu Tjiptaningsih. Dalam sebuah temuan tersebut, terdapat indikasi yang patut diduga adanya indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang terkait dengan aset tanah persawahan yang tidak didukung oleh perjanjian.
Dari hasil analisis Kartu Inventaris Barang (KIB), ditemukan bahwa nilai total aset tanah persawahan yang dimiliki oleh Dinas Pertanian mencapai Rp12.247.741.941,00. Namun, terdapat ketidaksesuaian yang mencurigakan, dimana hanya sebagian kecil tanah persawahan yang disewakan kepada warga yang didukung oleh perjanjian.
Dari total 344 bidang tanah persawahan yang disewakan, hanya 51 bidang tanah senilai Rp2.046.697.260,00 yang didukung dengan perjanjian, sedangkan sisanya 293 bidang senilai lebih dari 10 miliar rupiah tidak didukung perjanjian. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius terkait proses pengelolaan aset publik yang patut diduga adanya unsur praktik KKN.
Dalam wawancara dengan Saudi didampingi Riyan pada Selasa, 27 Juni 2023, Saudi menyatakan bahwa pihaknya belum dapat memberikan penjelasan rinci terkait kasus ini. Namun, mereka menyampaikan bahwa sewa tersebut didasari perjanjian. “Kita di sini sudah sesuai, ada perjanjiannya semua,”terang Riyan. (red).
- Advertisement -
Selain itu, keterangan dari Saudi dan Riyan dinas pertanian tidak selaras dengan hasil investigasi tim awak media, diketahui adanya indikasi pelanggaran hukum atau tindakan yang patut diduga adanya unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam pengelolaan aset tanah persawahan tersebut sebanyak 293 bidang. Ditempat terpisah, Hj. Nina, Kabid Pertanian, memaparkan, “Untuk tahun 2021 bukanlah bagian saya, karena saya masuk di tahun 2023 awal, jadi yang lebih tahu adalah orang yang sebelum saya,” tuturnya saat dikonfirmasi melalui WhatsApp pada Selasa, 27 Juni 2023. (red).
Kasus ini menunjukkan perlunya penguatan mekanisme pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan aset publik. Keterlibatan pihak terkait seperti auditor internal, lembaga anti-korupsi, dan masyarakat sipil diharapkan dapat mempercepat proses penyelesaian dan mengungkap fakta-fakta yang terkait dengan dugaan KKN ini. Selain itu, peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap pengelolaan aset publik juga menjadi faktor kunci dalam mencegah terjadinya praktik-praktik korupsi di masa depan.
Situasi ini menyoroti pentingnya transparansi, akuntabilitas, dan integritas dalam pengelolaan aset publik dan menjadi cikal-bakal persoalan di kemudian hari. Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah yang tegas untuk menangani dugaan kasus KKN terkait aset tanah persawahan ini. Langkah-langkah tersebut meliputi melakukan penyelidikan mendalam, memastikan proses hukum yang adil dan transparan, serta memberikan sanksi yang sesuai bagi para pihak yang terlibat dalam praktik-praktik yang merugikan negara dan masyarakat.
- Advertisement -
Masyarakat juga diharapkan aktif berperan dalam pengawasan terhadap pengelolaan aset publik, dengan melaporkan segala bentuk pelanggaran atau tindakan yang mencurigakan kepada pihak berwenang. Hal ini dapat membantu mencegah terjadinya praktik korupsi dan memastikan aset publik digunakan sebaik mungkin untuk kepentingan masyarakat secara adil dan merata.
Pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan aset publik, termasuk proses penyewaan tanah persawahan, untuk memastikan bahwa mekanisme yang ada memenuhi standar transparansi dan akuntabilitas.
Perlu dilakukan peningkatan pengawasan internal, penguatan peraturan, dan penegakan hukum yang tegas untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
®Hadiyanto