CIREBON, CHANEL7.ID – Jumlah skandal internal Pemerintah Desa Setu Kulon, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, semakin meningkat. Berawal dari skandal hasil sewa tanah kas desa (TKD) yang termasuk dari Pendapatan Asli Desa (PADesa) yang dikelola tidak secara transparan, menimbulkan persoalan yang berlarut-larut dan berdampak luas hingga berproses ke ranah hukum di Unit Tipidkor Polresta Cirebon.
Bermula tidak diberikannya tunjangan insentif tambahan untuk perangkat desa yang bersumber dari tanah kas desa (TKD). Hal ini memicu ketidakseimbangan dalam jalannya roda pemerintahan Desa Setu Kulon, mulai dari kekecewaan perangkat desa yang jarang hadir hingga berdampak pemberhentian tujuh perangkat desa baru-baru ini.
Persoalan tersebut sangat berdampak terhadap masyarakat, mulai dari pelayanan hingga dampaknya semakin ekspansi terhadap program-program pembangunan yang bermanfaat. Akibatnya, pencairan Dana Desa (DD) tahun anggaran 2024 dibekukan, dan terdapat proses hukum di unit Tipidkor Polresta Cirebon terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang berpotensi merugikan.
Situasi ini menunjukkan ketidakberesan koordinasi antara perangkat desa, Kuwu, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kondisi tersebut menambah beban roda pemerintahan Desa Setu Kulon yang semakin kacau dan pelik, dengan dampak signifikan mulai terasa pada tahun 2024.
- Advertisement -
Pemberhentian tujuh perangkat desa ini menuai kritik dari beberapa perangkat desa yang merasa keputusan tersebut tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Salah satu perangkat desa yang diberhentikan, Nasrikin, mengungkapkan bahwa pemberhentian ini berawal dari sengketa internal mengenai tunjangan insentif tambahan yang bersumber dari tanah kas desa, khususnya tanah bengkok tahun anggaran 2022-2023.
“Saya yakin pemberhentian ini berakar dari kisruh tunjangan insentif bengkok yang tidak diberikan oleh Kuwu kepada perangkat desa Setu Kulon. Hal ini berdampak pada roda pemerintahan yang semakin memanas,” ujar Nasrikin saat ditemui Chanel7.id, 26 Juli 2024. (red).
Nasrikin juga mengungkapkan adanya proses hukum di unit Tipidkor Polresta Cirebon terkait dugaan tindak pidana korupsi tahun anggaran 2022-2023. Proses hukum ini, menurutnya, berpotensi menjadi salah satu alasan di balik keputusan pemberhentian perangkat desa yang dinilai tidak adil.
“Perlakuan Kuwu yang tidak mencerminkan kepemimpinan yang baik berdampak luas. Tidak diberikannya tunjangan insentif tambahan dari bengkok menyebabkan ketidakpuasan di kalangan perangkat desa. Kami merasa ada banyak pelanggaran aturan, dan perangkat desa sering tidak hadir dijadikan alasan pemberhentian. Mestinya Kuwu harus mengetahui alasan ketidakhadiran perangkat,” terang Nasrikin kepada jurnalis Chanel7.id, 26 Juli 2024.
Selain masalah tunjangan, pengelolaan dana desa juga menjadi sorotan tajam. Temuan menunjukkan adanya penyalahgunaan dalam penggunaan dana desa oleh Kuwu Joharudin. Baru-baru ini Pada tahun anggaran 2023, terdapat dana desa tahap II sebesar Rp10.904.500 yang tidak direalisasikan untuk rehab PAUD desa, serta dana desa tahap III sebesar Rp5.000.000 untuk rehab PAUD dan program ketahanan pangan dana desa tahap III sebesar Rp63.467.600 yang tidak terealisasi sebagaimana mestinya.
- Advertisement -
Ketimpangan ini turut diperparah dengan pengelolaan sumber dana dari PADesa yang tidak disetorkan secara penuh. Salah satu temuan menunjukkan bahwa hasil sewa tanah kas desa tahun anggaran 2022-2023 tidak disetorkan secara utuh.
BPD Setu Kulon juga mencatat bahwa ada indikasi monopoli dana desa oleh Kuwu Joharudin. Hal ini diketahui setelah Abdul Mukti, salah satu perangkat desa, mengeluarkan surat teguran kepada Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK), Muhammad Fajar yang akrab disapa Cak Us, terkait tidak direalisasikannya beberapa program dana desa tahun anggaran 2023.
Kondisi ini menambah kompleksitas masalah di Desa Setu Kulon dan menjadi peringatan bagi pihak-pihak terkait untuk segera mengambil langkah solusi yang tepat. Kontroversi ini mencerminkan perlunya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pemerintahan desa demi kesejahteraan masyarakat.
- Advertisement -
Lebih lanjut, program dana desa tahun anggaran 2023 menunjukkan adanya dana desa tahap II sebesar Rp10.904.500 yang tidak direalisasikan untuk rehab PAUD desa, serta dana desa tahap III sebesar Rp5.000.000 untuk rehab PAUD dan program ketahanan pangan yang tidak terealisasi sebesar Rp63.467.600. Hal ini patut diduga sebagai konspirasi yang merugikan, disebabkan oleh kinerja Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) yang berkolusi dengan Kuwu. Keterlibatan TPK yang seharusnya merealisasikan program tersebut justru menimbulkan dugaan ketidakmampuan TPK memegang standar prinsip dan integritas dalam kinerja mengelola dana desa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya surat teguran tertanggal 28 Juli 2024 dari Kasi Kesejahteraan, Abdul Mukti, yang ditujukan kepada Muhammad Fajar yang akrab disapa Cak Us. Surat teguran tersebut dilayangkan setelah beberapa kali teguran secara lisan tidak diindahkan, sehingga terbitlah surat teguran formal kepada Muhammad Fajar sebagai tindakan terukur. Isi surat tersebut mengharuskan Muhammad Fajar memasukkan anggaran tersebut ke Rekening Kas Desa (RKD) sebagai Silpa tahun anggaran 2023 dan menyerahkan surat pertanggungjawaban (SPJ) pembangunan fisik Desa Setu Kulon tahun anggaran 2023 kepada Kasi Kesejahteraan untuk diteruskan ke inspektorat. Hal ini berdasarkan hasil audit Inspektorat Kabupaten Cirebon kepada Pemerintah Desa Setu Kulon yang masih menunjukkan adanya program pembangunan yang belum dilaksanakan.
Lebih lanjut, kondisi tersebut patut diduga terjangkit indikasi unsur benih-benih Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mengarah kepada Kuwu dan TPK, situasi tersebut diperkuat dengan adanya beberapa dugaan bukti yang dimiliki perangkat desa dan BPD. Pasalnya, uang yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan justru menimbulkan kecurigaan bahwa uang pembangunan patut diduga diberikan oleh Ketua TPK kepada Kuwu. Situasi ini mencerminkan ketidakpastian kinerja TPK yang seharusnya berperan membangun, justru menimbulkan dugaan kolusi yang terendus adanya indikasi nepotisme berpotensi korupsi.
Keterlibatan TPK terkait dugaan penyalahgunaan yang berpotensi merugikan dari program dana desa semakin diperkuat dengan adanya bukti-bukti beberapa foto dan berita acara serah terima dana kegiatan serta tanda terima penyerahan uang tertanggal 15 Desember 2023 sebesar Rp309.372.100, dengan keterangan lima item kegiatan, yaitu:
1. Rehab PAUD Desa sebesar Rp10.904.500, sumber dana desa tahap II.
2. Pembangunan sarana dan prasarana lapangan sepak bola sebesar Rp200.000.000, sumber dana desa tahap III.
3. Rutilahu (rumah tidak layak huni) sebesar Rp30.000.000, sumber dana desa tahap III.
4. Ketahanan pangan sebesar Rp63.467.600, sumber dana desa tahap III.
5. Rehab PAUD sebesar Rp5.000.000, sumber dana desa tahap III.
Selain itu, didapati adanya berita acara serah terima dana kegiatan dan tanda terima penyerahan uang tertanggal 2 Agustus 2023 sebesar Rp83.000.000, dengan keterangan kegiatan infrastruktur/drainase sebesar Rp80.000.000 dan konten billboard sebesar Rp2.000.000, yang bersumber dari Bantuan Provinsi (BanProv) tahun anggaran 2023. Juga terdapat berita acara serah terima dana kegiatan dan tanda terima penyerahan uang tertanggal 29 September 2023 untuk program ketahanan pangan tahap I tahun anggaran 2023 sebesar Rp127.266.200, yang bersumber dari dana desa tahap III.
Salah satu masyarakat yang identitasnya masih dirahasiakan mengeluhkan, “ Bangkrut, bagen wis, kang bener pasti ketenger, kang salah pasti ketara (bangrut, biar saja, yang bener pasti terlihat, yang salah pasti terilhat)” , terangnya kepada jurnalis Chanel7.id (red, 21 Juli 2024).
®Hadiyanto