JAKARTA, CHANEL7.ID – Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batu Bara yang diteken oleh Presiden Joko Widodo, dan diundangkan pada Kamis, 30 Mei 2024, mendapatkan pro-kontra yang cukup ramai di masyarakat.
Demikian halnya, salah seorang pengurus pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) yaitu Wayan Ardi Adnyana (Ketua Departemen Sosial Kemasyarakatan PP KMHDI 2023-2025), pun ikut mengutarakan pendapatnya kepada publik. Berikut adalah pendapat tertulis dari Wayan yang diterima oleh Dewa, Biro Humas dan Antar Lembaga Chanel7.id-, pada Rabu petang, 05/06/2024.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, termasuk di dalamnya adalah potensi pertambangan yang sangat besar. Keberagaman mineral yang ada di perut bumi Indonesia menjadikan sektor pertambangan sebagai salah satu kontributor utama dalam perekonomian negara.
Dalam satu dekade terakhir negara Indonesia menjadi pusat perhatian dunia atas kekayaan mineral yang dimilikinya, sebut saja beberapa diantaranya ada biji emas dengan ketersediaan cadangannya mencapai 3,48 miliar ton pada tahun 2023, lalu ada juga batu bara dengan ketersediaan cadangan mencapai 35 miliar ton yang bisa digunakan sebagai sumber energi hingga ratusan tahun ke depan, kemudian ada juga mineral biji nikel yang tercatat memiliki cadangan hingga 55 juta metrik ton dan mampu mengantarkan Indonesia sebagai negara dengan cadangan Nikel terbesar di dunia.
- Advertisement -
Besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki oleh negara Indonesia semestinya dapat mengantarkan Indonesia sebagai negara yang kaya dan maju jika dalam pengelolaannya dilaksanakan secara bijak dan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga berdampak positif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umumnya.
Namun, keegoisan para pemangku kebijakan dan oknum-oknum yang hanya ingin memperkaya diri sendiri telah mengantarkan Indonesia kepinggir jurang kehancuran, dalam beberapa kasus korupsi pada sektor pertambangan telah banyak mengecewakan masyarakat, kita sebut saja korupsi timah yang mengakibatkan kerugian negara mencapai 300 triliun Rupiah, ada juga korupsi nikel yang dilakukan oleh oknum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada kawasan wilayah pertambangan di Sulawesi yang merugikan negara hingga Rp. 5,6 Triliun. Ini sungguh menyedihkan sekali kekayaan alam Indonesia hanya dimanfaatkan oleh mereka yang penuh nafsu dalam memperkaya diri sendiri.
Di tengah polemik korupsi pertambangan di Indonesia, dalam satu minggu belakangan, Presiden Republik Indonesia memberikan kepercayaan yang sangat besar kepada organisasi kemasyarakatan berbasis keagamaan untuk hal pengelolaan pertambangan dengan dikeluarkannya revisi Peraturan Pemerintah nomor 96 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batu Bara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024.
Keputusan tersebut memicu polemik dalam lingkungan masyarakat, seperti diketahui bersama Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Keagamaan telah menunjukkan peran signifikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk dalam urusan sosial, pendidikan, dan lingkungan. Namun, munculnya keputusan presiden mengenai keterlibatan ormas keagamaan dalam pengelolaan izin usaha pertambangan membuat banyak pihak menilai kurang tepat rasanya Ormas keagamaan untuk mengelola pertambangan, namun tidak sedikit pula yang mendukung.
Meskipun ide ini muncul dengan niat baik untuk memastikan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan etis, terdapat sejumlah kritik dan keraguan terkait kesiapan ormas keagamaan dalam menjalankan peran ini. tulisan ini dibuat untuk menakar kesiapan ormas Keagamaan dalam mengelola Ijin Usaha Pertambangan di Indonesia.
Ormas keagamaan pada umumnya memiliki keahlian dibidang keagamaan, sosial, dan kemanusiaan, rasanya sangat jarang pengurus dari ormas keagamaan yang membidangi secara serius dalam pengelolaan pertambangan, sehingga dalam hal teknis dan kompetensi rasanya masih belum cukup untuk melakukan pengelolaan pertambangan, karena tanpa keahlian khusus ormas keagamaan mungkin tidak mampu membuat keputusan yang tepat dan berdampak positif bagi kepentingan umum.
- Advertisement -
Selanjutnya, penting juga untuk mempertimbangkan aspek kemaslahatan bersama, mengingat besarnya perputaran nilai ekonomi yang dihasilkan melalui aktivitas pertambangan, ini cenderung dikhawatirkan adanya konflik kepentingan. Mengingat peran utama ormas keagamaan dalam menjaga moralitas dan etika masyarakat. Keterlibatan mereka dalam sektor bisnis yang penuh dengan resiko dan tantangan etis dapat mengaburkan batas antara kepentingan bisnis dan kepentingan moral. Hal ini dapat merusak citra dan kredibilitas ormas keagamaan di mata masyarakat.
Selain itu, aspek Keseimbangan antara Kepentingan Ekonomi dan Lingkungan juga harus menjadi pertimbangan serius. Pertambangan sering kali berdampak signifikan terhadap lingkungan. Ormas keagamaan yang memiliki komitmen terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat mungkin sedang menghadapi dilema dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan lingkungan.
Ketiadaan pemahaman mendalam mengenai dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan dapat mengakibatkan keputusan yang tidak optimal dan merugikan. Dalam sudut pandang penulis, pertambangan yang hadir hari ini diberbagai wilayah Indonesia cenderung merusak lingkungan dibandingkan melaksanakan proses revitalisasi agar lingkungan dapat kembali hadir memainkan peranannya sebagai bagian dari siklus kehidupan alam semesta.
- Advertisement -
Selain beberapa aspek di atas, konflik agraria juga perlu menjadi pertimbangan dalam upaya pengambilan kebijakan pengelolaan pertambangan, meski dipermudah dalam mengakses ijin usaha pertambangan oleh kepala negara bukan berarti melupakan kredibilitas organisasi keagamaan yang selama ini sangat dekat dengan masyarakat adat.
Mengingat data kasus konflik agraria yang terjadi di tahun 2023 menurut Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), sektor pertambangan menjadi penyumbang ketiga terbanyak konflik agraria struktural di Indonesia, yaitu 32 konflik yang berdampak terhadap 48.622 keluarga di 57 desa tersebar pada beberapa wilayah di seluruh Indonesia.
Keterlibatan ormas keagamaan dalam pengelolaan izin usaha pertambangan memang lahir dari niat baik untuk memastikan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan etis. Namun, dari sudut pandang kritik, terdapat sejumlah tantangan dan keraguan yang signifikan terkait kesiapan ormas keagamaan dalam menjalankan peran ini.
Kapasitas dan kompetensi teknis yang terbatas, potensi konflik kepentingan, tantangan dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas, serta kesulitan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan lingkungan merupakan beberapa isu utama yang perlu dipertimbangkan dengan cermat.
®Biro Humas & Antar Lembaga : Dewa