CIREBON, CHANEL7.ID – Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di Pemerintah Desa Plumbon, Kecamatan Plumbon, Kabupaten Cirebon, termasuk Pendapatan Asli Desa (PADesa), seharusnya dilakukan secara transparan sesuai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik Nomor 14 Tahun 2008. Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal RI Nomor 2 Tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025, setiap desa wajib menyampaikan informasi penggunaan anggaran secara terbuka.
Namun, pengelolaan PADesa di Desa Plumbon menimbulkan tanda tanya. Aset desa berupa tanah titisara dan tanah bengkok yang seharusnya menjadi sumber pendapatan desa tampak tidak sebanding dengan besaran PADesa yang hanya sekitar di bawah Rp.70 juta. Desa Plumbon diketahui memiliki tanah kas desa (TKD) titisara seluas 9 bau dan tanah bengkok sekitar 25 hektare. Jumlah PADesa yang kecil dibandingkan dengan luas aset desa Plumbon berpotensi adanya penyimpangan yang patut diduga terindikasi praktik Korupsi, Kolusi, serta Nepotisme (KKN) PADesa.
Ketika dikonfirmasi, Rabu 05/02/2025, Kuwu Desa Plumbon, Sukiba, menjelaskan bahwa sebagian besar tanah kas desa telah dimanfaatkan untuk kepentingan fasilitas umum.
“Di wilayah Plumbon, sebagian tanah kas (titisara) desa digunakan untuk Fasum seperti puskesmas, SMP PGRI, serta tempat pemakaman umum”, ujarnya.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa luas tanah kas desa (TKD) di wilayah Desa Plumbon hanya sekitar 2,5 hektare, sementara sebagian besar aset tanah desa berada di luar wilayah Desa Plumbon.
“Kalau untuk tanah bengkok, luasnya sekitar 25 hektare, sedangkan tanah titisara sekitar hanya 9 bau. Jadi, memang sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang lain,” tambahnya.
- Advertisement -
Terkait pemanfaatan tanah desa, Kuwu Sukiba menjelaskan bahwa tanah titisara disewakan dan hasilnya digunakan untuk pembangunan seperti pembuatan kios serta acara adat seperti hajat bumi.
“Kalau untuk tanah titisara, disewakan dan hasilnya digunakan untuk kebutuhan desa. Sementara itu, tanah bengkok diperuntukkan bagi tunjangan tambahan perangkat desa. Untuk tanah bengkok, saya sendiri hanya mendapatkan 5 bau atau sekitar 3 hektare lebih,” jelasnya.
Di tempat terpisah, Sekretaris Desa Plumbon memberikan klarifikasi mengenai administrasi dan tata kelola PADesa, “di dalam surat edaran kan memerintahkan kita untuk menyesuaikan segala administrasi tata kelola tanah kas desa itu dengan yang tadi perbup yang disebutkan, nah edaran tersebut menyuruh kita seperti itu, sebenernya sudah ada dari lama tapi tidak dijalankan dari dulu, penyebabnya kan karena kurang pemahaman dari kepala desa, dari Pemerintah desa kemudian dari pembinaan kecamatan sendirikan, misal dari kedudukan kecamatan kan selaku pembinaan, nah pembinaan dari kecamatan sendiri itu berdasarkan darimana, kita induknya kemana dinas tuh?”, jawab Sekretaris Desa Plumbon.
Lebih lanjut, Alih-alih Sekretaris Desa Plumbon mengutarakan terkait fokus regulasi yang harus di ikuti, ”ke dinas DPMD segala tata kelolanya, mau tata kelola keuangan kita mau mengikutinya kemana, misalnya desa, sekarang semuanya mengatur, mentri keuangan mengatur tentang desa, mentri dalam negri mengatur tentang desa terus mentri desa kendes mengatur tentang desa juga, nah dulu itu belum terpaku plus belum terpusat, mau nginduknya tuh kita kemana, apakah kemendeskan, ke Kemendagri kah, sekarang desa kamana kalau misalnya mau nginduk pastinya. mau nginduk kemana” tutur Sekretaris Desa Plumbon, Rabu 05/02/2025.
Meskipun demikian, Kuwu dan Sekretaris Desa Plumbon telah memberikan penjelasan, perbedaan antara luas aset desa dan jumlah PADesa yang relatif kecil menjadi kontroversi besar dari transparansi dalam pengelolaan aset desa plumbon yang tidak optimalnya pendapatan dari tanah kas desa mengindikasikan adanya potensi penyalahgunaan kewenangan.
Situasi ini berpotensi menimbulkan dinamika baru terkait transparansi tata kelola aset desa. Oleh karena itu, pihak berwenang dan berwajib perlu memberikan perhatian serius guna memastikan tidak terjadi praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam pengelolaan keuangan desa.
- Advertisement -
- Advertisement -
®Hadiyanto