CIREBON, CHANEL7.ID – Pemdes Setu Wetan kembali menjadi sorotan publik setelah terbongkarnya praktik komersialisasi pelayanan terhadap warganya. Kasus ini mencuat setelah pasangan suami istri (pasutri) Didi Marsidi dan Muni’ah, warga Blok Kedung Bawang Rt 013, Rw 005, Desa Setu Wetan, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, berjuang mengurus Kartu Identitas Anak (KIA) untuk buah hati mereka yang mengalami jantung bocor sejak lahir.
Nur Azzahra, balita berusia 2 tahun, sangat membutuhkan KIA sebagai salah satu persyaratan kontrol pasca operasi jantung bocor. Namun, pelayanan yang diterima dari Pemdes Setu Wetan sangat mengecewakan dan terkesan mengkomersilkan jasa pelayanan yang seharusnya menjadi hak dasar warga.
Didi Marsidi mengungkapkan kekecewaannya, “Saya sangat menyesalkan pelayanan yang mengkomersilkan dengan biaya 50 ribu rupiah. Pihak desa mengatakan bahwa pelayanan melalui posyandu itu gratis, namun tidak menjamin cepat lambatnya. Tapi jika ingin cepat, harus membayar 50 ribu rupiah,” terang Didi kepada Chanel7.id.
Didi menjelaskan bahwa sebelumnya ia sempat meminta bantuan kepada kader posyandu berinisial SS agar prosesnya bisa dipercepat mengingat kondisi yang sangat mendesak. Namun, kader posyandu tersebut tidak bisa membantu. “Ini sangat mengecewakan. Saya sampai datang sendiri ke Balai Desa, tapi tetap saja terlalu banyak alasan ini itu dan ujung-ujungnya diminta membayar 50 ribu rupiah dengan alasan jasa agar cepat,” tuturnya.
- Advertisement -
Praktik komersialisasi ini mencoreng citra pelayanan publik Pemdes Setu Wetan yang di bawah naungan Pemerintah Kabupaten Cirebon. Bukan hanya merusak reputasi, tetapi juga menunjukkan kurangnya empati dan tanggung jawab terhadap warga yang membutuhkan pelayanan segera, terutama yang menyangkut nyawa.
Masyarakat berharap agar Pemkab Cirebon mengambil tindakan terhadap Pemdes Setu Wetan segera berbenah dan memberikan pelayanan yang lebih baik serta adil bagi semua warga tanpa adanya biaya tambahan yang tidak semestinya. “Pihak Pemdes harus tahu diri dalam melayani masyarakat. Jangan sampai ada lagi warga yang mengalami hal serupa seperti saya,” tegas Didi dengan penuh harap.
Kejadian ini menuntut Pemerintah untuk lebih responsif dan proaktif dalam memberikan pelayanan kepada warganya, terutama dalam kondisi darurat. Penghapusan praktik komersialisasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik harus menjadi prioritas agar kejadian serupa tidak terulang kembali di masa depan.
- Advertisement -
®Hadianto