YOGYAKARTA, CHANEL7.ID – Puluhan pengemudi Grab Yogyakarta berkumpul di kantor Grab Driver Center (GDC) untuk menuntut kejelasan atas tindakan suspend yang dikenakan kepada tiga rekan mereka. Keputusan ini diambil oleh manajemen Grab setelah ketiga pengemudi tersebut mengirimkan karangan bunga sebagai bentuk refleksi terhadap kebijakan perusahaan. Aksi simbolik ini, yang seharusnya menjadi cara damai untuk menyampaikan aspirasi, justru berujung pada hukuman yang kontroversial (05/05/2025).
Menurut Wuri Rahmawati, Ketua Asosiasi Driver Online Yogyakarta dari Forum Ojol Yogyakarta Bergerak (FOYB), tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa mengirim karangan bunga adalah tindakan ilegal. Namun, manajemen Grab berdalih bahwa aksi ini mengganggu ketertiban dan dianggap sebagai upaya mengajak pengemudi lain melakukan protes. Alasan ini menimbulkan pertanyaan besar: sejak kapan mengirim bunga harus dilaporkan kepada pihak berwenang? Apakah perusahaan berhak memberlakukan sanksi tanpa dasar yang jelas?
Wuri menambahkan “Dalam hukum Indonesia, kebebasan berpendapat dijamin oleh undang-undang. Hak untuk berserikat, berkumpul, dan menyampaikan aspirasi adalah bagian dari demokrasi yang seharusnya dihormati oleh semua pihak, termasuk perusahaan. Jika suspend dilakukan tanpa prosedur yang benar, bisa jadi tindakan ini bertentangan dengan regulasi yang berlaku. Selain itu, ketidakjelasan hukum bagi pekerja sektor transportasi online semakin menyoroti lemahnya perlindungan terhadap hak-hak mereka.” terangnya.
“Solidaritas yang ditunjukkan oleh para pengemudi hari ini menjadi bukti bahwa kebijakan yang tidak adil tidak akan diterima begitu saja. Mereka tidak hanya menuntut pencabutan suspend terhadap rekan-rekannya, tetapi juga meminta evaluasi kebijakan Grab yang selama ini dinilai merugikan mitra pengemudi. Jika tuntutan mereka tidak diakomodasi, aksi protes yang lebih besar bukanlah hal yang mustahil terjadi.” tegas Wuri
- Advertisement -
Lebih lanjut Wuri menjelaskan pada awak media “Di tengah perdebatan mengenai hak-hak pekerja dan kebijakan perusahaan teknologi, kasus ini mengingatkan bahwa suara komunitas tidak boleh diabaikan. Grab sebagai perusahaan besar memiliki tanggung jawab memastikan kebijakan yang diterapkan tidak mencederai prinsip demokrasi maupun hak-hak pekerja. Jika tidak, perusahaan beresiko kehilangan kepercayaan dari mitranya sendiri.” jelasnya.
“Situasi ini juga menuntut perhatian dari pemerintah dan pemangku kebijakan di Yogyakarta. Kasus suspend terhadap para pengemudi Grab tidak hanya menyangkut persoalan internal perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan hak penghidupan dan tenaga kerja yang layak bagi masyarakat Yogyakarta. Pemerintah semestinya berperan sebagai fasilitator dalam membuka ruang dialog antara kedua pihak. Sebab, tidak ada yang satu warga pun yang menginginkan warga Yogyakarta diperlakukan secara semena-mena oleh aplikator.”ujar Wuri
Hingga berita ini diterbitkan, para pengemudi yang terkena suspend telah berdialog dengan pihak manajemen Grab. Namun, hasil pertemuan belum memberikan titik temu yang memuaskan. Pihak Grab bersikukuh bahwa sanksi diberikan karena aksi mereka dianggap membuat gaduh. Salah satu driver yang terkena suspend, Geger, menyatakan bahwa mereka akan kembali mencoba berdialog pada hari Senin. Jika tidak ada kejelasan, maka jalur hukum dan somasi akan menjadi opsi terakhir.
“Loyalitas rekan-rekan driver yang berusaha mengingatkan manajemen Grab justru berujung pada suspend yang tidak jelas hingga kapan berakhirnya. Ini sangat merugikan, karena selama mereka tidak bisa bekerja, anak istri mereka tetap harus makan. Ini bukan sekadar persoalan internal perusahaan, tetapi sudah menjadi kemunduran dalam demokrasi,” pungkasnya.
- Advertisement -
®Pitut Saputra