CIREBON, CHANEL7.ID – Dinamika Pemerintah Desa Setu Kulon, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, semakin patut menjadi perhatian serius karena tidak kunjung mendapat solusi. Meningkatnya persoalan ini berpotensi menambah beban konflik internal yang melibatkan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang semakin meluas dikemudian hari.
Namun, persoalan tersebut bukan hanya semakin meluas, tetapi menjadi potensi cikal bakal menyentuh berbagai aspek roda pemerintahan desa. Salah satunya adalah langkah Pelaksana Tugas (PLT) Kuwu yang belakangan ini mengajukan permohonan kepada BPD untuk mengesahkan proses administrasi desa terkait pengesahan Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) APBDes Tahun Anggaran 2025 melalui penyelenggaraan Musyawarah Desa (Musdes) adanya keterbatasan langkah PLT yang batasi oleh regulasi dalam mengambil kebijakan yang strategis.
Munculnya surat penyelenggaraan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) untuk pengesahan Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) APBDes Tahun Anggaran 2025 menuai kontroversi. Musdesus ini dilaksanakan atas permohonan PLT Kuwu Setu Kulon, dan digelar pada Sabtu malam, 9 Juni 2025, pukul 19:30 WIB di Balai Desa Setu Kulon.
Surat undangan yang ditandatangani oleh BPD pada 7 Juni 2025 ditujukan kepada berbagai pihak—mulai dari Inspektorat, DPMD, Camat, Babinsa, Bhabinkamtibmas, tokoh masyarakat, hingga RT dan RW setempat.
- Advertisement -
Namun, agenda tersebut dinyatakan batal karena tidak memenuhi syarat regulasi dan prosedur sebagaimana mestinya. Selain itu, posisi PLT Kuwu memiliki keterbatasan kewenangan, sehingga permohonan pengesahan APBDes oleh PLT dipandang tidak sah secara hukum dan administratif.
Tidak hanya itu, OPD terkait seperti Inspektorat, DPMD, dan pihak Kecamatan dalam kegiatan tersebut hanya hadir sebentar bahkan pihak OPD tidak turut andil duduk dalam kegiatan tersebut di meja Musdesus. Kondisi tersebut memperkuat dugaan bahwa kegiatan itu berpotensi melanggar hukum dan berpotensi memunculkan polemik lebih besar dalam dinamika pro dan kontra.
Salah satu polemik besar muncul dari pelaksanaan Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) terkait pengesahan Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) APBDes Tahun Anggaran 2025. Surat undangan Musdesus tersebut ditandatangani BPD pada 7 Juni 2025 dan ditujukan kepada berbagai pihak, mulai dari Inspektorat, DPMD, Camat, perangkat desa, Babinsa, Bhabinkamtibmas, hingga tokoh masyarakat. Musdesus ini dilaksanakan pada Sabtu malam, 9 Juni 2025 pukul 19.30 WIB di Balai Desa Setu Kulon, berdasarkan permohonan PLT Kuwu kepada BPD.
Sayangnya, agenda tersebut batal terlaksana karena berbagai faktor, terutama tidak terpenuhinya regulasi dan tahapan formal sesuai aturan yang berlaku. Posisi PLT Kuwu yang terbatas secara kewenangan menjadi alasan utama. Hal ini mencerminkan lemahnya kinerja PLT yang memiliki keterbatasan dalam regulasi dalam mengambil kebijakan setrategis.
Perlu digarisbawahi bahwa kedudukan antara PLT dan Kuwu definitif sangat jauh berbeda secara hukum dan administratif. Regulasi sudah jelas membatasi ruang gerak PLT dalam membuat keputusan strategis. Mirisnya, dalam agenda Musdesus tersebut, pihak-pihak dari Organisasi Perangkat Daerah (OPD) seperti Inspektorat, DPMD, dan Camat pun turut menyayangkan terkait adanya dinamika regulasi.
- Advertisement -
Situasi di Desa Setu Kulon tidak boleh terus dibiarkan. Konflik yang berlarut-larut hanya akan menghambat pelayanan publik, merusak kepercayaan masyarakat, dan memperkeruh suasana sosial-politik desa. Pemerintah daerah, melalui Inspektorat dan DPMD, perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh, intervensi tegas, dan mediasi yang objektif secara regulasi untuk mengembalikan stabilitas dan integritas pemerintahan desa.
Transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi harus tetap ditegakkan agar Desa Setu Kulon dapat kembali menjalankan fungsi pemerintahan dengan baik, adil, dan berorientasi pada asas kepentingan umum.
- Advertisement -
®Hadiyanto