KLATEN, CHANEL7.ID – Outing class merupakan salah satu kegiatan pendidikan yang bertujuan memberikan pengalaman belajar di luar ruang kelas. Namun, di sebuah TK Swasta di Gatak, Delanggu, Klaten justru rencana Outing class tersebut sempat menimbulkan kegaduhan, bahkan ada salah satu pihak dari wali murid yang melayangkan surat ke Dinas Pendidikan Klaten berharap agar pihak dinas bisa ikut turun menyelesaikan konflik yang terjadi (27/05/2025).
Atik salah seorang wali murid dari sebuah TK Swasta di Gatak Delanggu, Klaten menyampaikan pada awak media “Rencana outing class ke kebun binatang di luar kota (Surakarta) memicu kegaduhan di kalangan orang tua. Mereka merasa kegiatan yang dirancang tidak hanya memberatkan dari segi biaya dan jarak, tetapi juga menunjukkan kelemahan dalam proses pengambilan keputusan. Sungguh mengejutkan ketika kegiatan serupa sebelumnya sudah pernah diadakan tahun lalu di kebun binatang luar kota juga yakni (Yogyakarta) lokasi yang jauh dan lebih mahal, sehingga keputusan untuk mengadakan outing class ke luar kota lagi kali ini dianggap tidak proporsional.” jelasnya
Lebih lanjut dikatakan “Para orang tua mengungkapkan kekhawatiran mendalam terkait Biaya kegiatan, perjalanan jauh yang harus ditempuh, biaya transportasi dan tiket masuk yang tinggi, serta potensi kendala cuaca yang menyulitkan jalannya kegiatan. Hal ini menambah beban pikiran wali murid, terutama bila kebijakan yang ada memaksa setiap keluarga harus membayar penuh biaya piknik tersebut, meskipun mereka memilih untuk tidak ikut serta. Perlakuan seperti ini terlihat sebagai bentuk pemaksaan yang mengabaikan kondisi ekonomi dan situasi masing-masing keluarga, sehingga menodai kepercayaan yang selama ini telah terjalin antara sekolah dengan masyarakat.” tegas Atik.
“Kritik yang muncul ini bukan semata soal jarak dan biaya, melainkan juga tentang kurangnya transparansi dan partisipasi dalam perumusan keputusan. Orang tua menuntut adanya dialog terbuka dan ruang musyawarah antara pihak sekolah, guru, serta keluarga. Mereka berharap adanya penjelasan menyeluruh mengenai alasan pemilihan lokasi yang jauh, serta rincian pengeluaran dana kegiatan sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan bisa dipertanggungjawabkan. Di sisi lain, pilihan lokasi yang terletak di luar kota dinilai tidak relevan bila disekitar kita ada potensi wisata lokal di seperti di Delanggu sendiri maupun di Cokro dan beberapa daerah yang dekat dengan Delanggu, yang sama menariknya namun jauh lebih efisien dan aman.” papar Atik sembari memberikan gambaran contoh lokasi wisata sekitar Delanggu.
Atik juga mengungkapkan “Dalam pandangan banyak pihak, pendidikan seharusnya menjadi proses yang inklusif dan partisipatif, di mana setiap keputusan mempertimbangkan aspirasi para stakeholder, terutama orang tua yang merupakan pihak utama dalam mendidik anak. Outing class seharusnya memberikan ruang bagi anak untuk belajar sambil menikmati keindahan budaya dan alam sekitar tanpa harus menghadapi perjalanan panjang yang melelahkan dan biaya yang tidak sebanding dengan manfaatnya. Rasa keberpihakan dan keadilan harus menjadi landasan setiap kebijakan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.” terangnya
“Keberadaan dinas pendidikan pun diharapkan dapat berperan sebagai mediator yang netral dalam konflik ini. Dengan mediasi yang adil, perbedaan pendapat antara pihak sekolah dan masyarakat dapat diselesaikan melalui dialog konstruktif. Harapan mereka adalah agar setiap masukan dari masyarakat dijadikan bahan evaluasi guna menyempurnakan perencanaan kegiatan ke depan. Pendekatan yang transparan dan partisipatif diyakini dapat mengembalikan kepercayaan dan menghindari konflik serupa di masa yang akan datang.” tegas Atik
Dirinya bersama para orang tua murid yang lain berharap “Para pendidik, terutama kepala sekolah dan guru, harus mampu mendengarkan kritik dengan hati terbuka dan menjadikan setiap saran sebagai pemicu inovasi. Keharusan untuk mengutamakan kepentingan anak harus selalu diimbangi dengan penyesuaian kebijakan yang realistis dan responsif terhadap kondisi lapangan. Tak hanya soal efisiensi biaya, keamanan, dan kenyamanan, setiap keputusan harus berlandaskan nilai keadilan yang menghargai perbedaan kondisi ekonomi dan sosial keluarga.” ujarnya.
“Pada akhirnya konflik outing class ke luar kota ini, merupakan cerminan perlunya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan. Ke depan, sekolah harus mampu mengutamakan dialog dan musyawarah sebagai titik tolak perbaikan sistem. Dengan semangat kebersamaan, transparansi, dan gotong royong antara sekolah, orang tua, serta dinas pendidikan, diharapkan setiap kegiatan pembelajaran dapat dijalankan secara adil, aman, dan bermanfaat bagi perkembangan anak. Pembelajaran luar kelas yang ideal tidak hanya mengasah pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan meningkatkan cinta terhadap budaya serta lingkungan lokal.” ucap Atik dengan optimis.
“Semoga dari persoalan ini menjadi momentum untuk terwujudnya sistem pendidikan yang lebih humanis dan responsif terhadap kebutuhan seluruh pemangku kepentingan, sehingga anak-anak kita dapat tumbuh dan berkembang dengan penuh rasa percaya diri serta kebanggaan.” pungkasnya.
®Pitut Saputra