CIREBON, CHANEL7.ID – Mewaspadai Kasus dugaan penyalahgunaan Pendapatan Asli Desa (PADesa) di Kabupaten Cirebon semakin mengkhawatirkan. Indikasi Penyalahgunaan yang patut diduga berpotensinya terjadi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam pengelolaan aset desa, terutama tanah kas desa (TKD) seperti titisara dan bengkok semakin berkutat dan terus mencuat di Kabupaten Cirebon. Minimnya transparansi menjadi faktor utama yang memperparah situasi ini, di mana banyak pemerintah desa yang tertutup dalam mengelola kekayaan desanya.
Salah satu masalah utama dalam pengelolaan PADesa adalah kurangnya keterbukaan informasi terkait aset desa. Banyak pemerintah desa yang tidak menyediakan akses informasi kepada masyarakat, seperti papan pengumuman yang memuat data aset desa, luas lahan, lokasi, hingga mekanisme penyewaan atau lelang TKD. Akibatnya, masyarakat tidak memiliki akses terhadap informasi penting, yang membuka peluang bagi praktik penyalahgunaan aset desa secara terstruktur.
Ketertutupan ini bukan hanya sekadar kelalaian administrasi dan administratif, tetapi mengarah pada indikasi sistematis dalam menyembunyikan potensi keuntungan yang seharusnya menjadi sumber pendapatan bagi desa demi keberlangsungan kepercayaan publik. Situasi ini mencerminkan lemahnya pengawasan dari berbagai pihak, baik di tingkat desa, kecamatan, maupun kabupaten.
Persoalan pengelolaan PADesa di Kabupaten Cirebon bukanlah fenomena baru. Skandal terkait tanah kas desa yang dikelola secara tidak transparan telah terjadi berulang kali yang seolah-olah berkutat, namun solusi konkret masih jauh dari harapan. Hal ini semakin diperparah dengan lemahnya mekanisme pengawasan yang efektif, baik dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Inspektorat, maupun Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
- Advertisement -
Ketidakhadiran informasi yang memadai terkait aset desa juga menunjukkan buruknya keberkutatatan sistem keterbukaan informasi publik. Tidak sedikit pemerintah desa yang menghindari pemasangan papan informasi terkait aset desa, yang seharusnya menjadi bagian dari kewajiban transparansi mereka kepada masyarakat agar terbuka dalam mengelola PADesa justru semakin percaya diri dengan kekeliruan yang berpotensi merugikan.
Solusi: Penguatan Regulasi dan Pengawasan
Untuk mencegah penyalahgunaan PADesa yang semakin terstruktur dan masif, beberapa langkah mendesak harus segera diambil:
1. Pemasangan Papan Informasi Aset Desa:
Pemerintah desa wajib memasang papan informasi yang memuat data aset desa, termasuk luas, lokasi, dan mekanisme penyewaan atau lelang TKD. Transparansi ini harus melibatkan masyarakat, RT, RW, BPD, dan Muspika.
2. Pengawasan Ketat dari Pemkab:
Pemerintah Kabupaten Cirebon, melalui BPD, Kecamatan, DPMD dan Inspektorat, harus lebih proaktif dalam mengawasi pengelolaan PADesa. Salah satu langkah krusial adalah memastikan pemeriksaan PADesa dilakukan setiap tahun, bukan hanya menjelang akhir masa jabatan kepala desa.
3. Pembuatan Regulasi yang Lebih Tegas:
Perlu ada regulasi baru yang mengatur lebih rinci tentang tata kelola PADesa, termasuk sanksi bagi desa yang tidak transparan dalam pengelolaan asetnya.
- Advertisement -
Jika berbagai pihak terus membiarkan persoalan ini berlarut-larut tanpa pengawasan ketat dan penindakan tegas, maka praktik penyalahgunaan PADesa akan semakin mengakar dan merugikan masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam mengelola aset desa demi kesejahteraan bersama.
Evaluasi Profesionalisme Inspektorat Pemkab Cirebon: Kunci Pengawasan PADesa yang Transparan
Selain permasalahan transparansi dalam pengelolaan Pendapatan Asli Desa (PADesa), evaluasi terhadap kinerja Inspektorat Pemkab Cirebon juga menjadi hal mendesak. Sebagai lembaga yang bertugas melakukan pengawasan dan audit internal terhadap tata kelola keuangan desa, Inspektorat seharusnya mengedepankan asas kepentingan umum, yakni demi kesejahteraan masyarakat desa, bukan sekadar menjadi formalitas dalam administrasi pemerintahan.
Mentalitas “Sama-Sama Salah, “Celah Penyalahgunaan yang Kian Mengakar:
Salah satu dampak dari lemahnya pengawasan adalah munculnya mentalitas permisif di kalangan oknum kepala desa dan oknum aparatur desa dalam mengelola PADesa. Doktrin bahwa “bukan hanya desa ini saja yang melakukan kesalahan” menciptakan ilusi kebal hukum, di mana oknum merasa kesalahan dalam pengelolaan aset desa adalah sesuatu yang wajar karena banyak desa lain melakukan hal serupa.
Kondisi ini tidak hanya mencerminkan buruknya kualitas kinerja pemerintahan desa, tetapi juga menunjukkan adanya pembiaran sistemik yang menyebabkan praktik penyimpangan semakin terstruktur dan masif. Minimnya tindakan tegas dari Inspektorat dan instansi terkait memperkuat anggapan bahwa penyalahgunaan PADesa bukanlah masalah serius, sehingga pelanggaran terus berulang tanpa konsekuensi yang jelas.
- Advertisement -
Perlunya Reformasi Pengawasan dan Penegakan Hukum:
Agar penyalahgunaan PADesa dapat ditekan, beberapa langkah berikut harus segera diterapkan:
1. Evaluasi dan Penguatan Kinerja Inspektorat:
o Inspektorat harus melakukan audit tahunan terhadap PADesa di setiap desa, bukan hanya pemeriksaan di akhir masa jabatan kepala desa.
o Transparansi hasil audit harus diumumkan ke publik agar masyarakat dapat ikut mengawasi penggunaan aset desa.
2. Mekanisme Sanksi yang Tegas dan Konsisten:
o Desa yang terbukti menyalahgunakan PADesa harus diberikan sanksi administratif dan pidana sesuai regulasi yang berlaku.
o Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) harus bersinergi dalam memastikan penindakan bagi oknum yang terbukti melakukan penyimpangan.
3. Mendorong Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan:
o Masyarakat harus diberikan akses untuk mengawasi pengelolaan aset desa, termasuk melalui laporan langsung kepada Inspektorat jika menemukan indikasi penyimpangan.
o Pemdes wajib memasang papan informasi aset desa agar warga dapat mengetahui secara jelas pemanfaatan tanah kas desa.
Kesimpulan:
Jika Inspektorat dan instansi terkait tidak segera melakukan reformasi dalam pengawasan PADesa, maka mentalitas permisif di kalangan oknum kepala desa dan oknum aparatur desa akan semakin mengakar. Mereka akan terus merasa kebal hukum karena lemahnya tindakan pengawasan dan sanksi yang tidak tegas. Oleh karena itu, evaluasi kinerja Inspektorat bukan hanya penting, tetapi wajib dilakukan demi menciptakan tata kelola desa yang lebih transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat.
®Hadiyanto