CIREBON, CHANEL7.ID – Tanah Kas Desa (TKD), termasuk lahan Titisara dan Bengok, merupakan aset desa yang menjadi sumber utama Pendapatan Asli Desa (PADesa). Sesuai regulasi, seluruh pendapatan dari TKD wajib disetorkan ke rekening desa dengan kode tertentu guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaannya. Namun, pengelolaan TKD di Desa Pekantingan, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon, kini mulai terungkap setelah Kuwu Pekantingan dikonfirmasi pada Rabu, 19 Februari 2025, oleh jurnalis Chanel7.id.
Kuwu Pekantingan, Suharto, yang didampingi oleh Sekretaris Desa, mengungkapkan bahwa persoalan PADesa tidak hanya terjadi di desanya, tetapi juga di desa-desa lain.
“Persoalan PAD bukan hanya di sini saja, jujur saja bukan saya saja, tapi yang lain juga begitu, karena dari dulu sebelum saya menjabat sudah begitu,” ujar Suharto.
Lebih lanjut, ia mengakui bahwa beberapa perangkat desa secara mandiri menyewakan tanah bengkok tanpa menyetorkan hasilnya ke rekening desa, meskipun dirinya sudah menginstruksikan bahwa hasil sewa TKD harus masuk ke rekening resmi desa sejak 2024.
“Terkait perangkat yang menyewakan bengkok, sudah saya omongin. Sekarang harus disetorkan ke rekening, tapi perangkat malah menyewakan sendiri. Padahal sudah saya kasih tahu kalau hasil sewa dari tanah kas desa sekarang harus masuk ke rekening,” jelasnya.
- Advertisement -
Kendati demikian, bahwa hasil sewa TKD diperuntukkan sebagai tunjangan insentif tambahan bagi Kuwu dan Perangkat Desa menjadi dinamika baru. Pasalnya, alokasi PADesa tersebut tidak berfokus pada aparatur yang mempertimbangkan asas kepentingan umum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 77 ayat (1), yang mengamanatkan bahwa pengelolaan kekayaan desa harus berlandaskan prinsip kepentingan umum, keterbukaan, akuntabilitas, serta kepastian hukum dan ekonomi.
Selain itu, indikasi pengelolaan TKD yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 Pasal 100, yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014, Kondisi ini berpotensi menimbulkan penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan masyarakat serta mencederai prinsip tata kelola pemerintahan desa yang baik.
- Advertisement -
®Hadiyanto