KLATEN, CHANEL7.ID – Di tengah upaya modernisasi infrastruktur dan pengembangan ekonomi daerah, jalan lingkar timur Delanggu semula dirancang sebagai solusi alternatif untuk mengantisipasi rekayasa lalu lintas dan mengurangi kepadatan jalur Solo-Jogja, terutama saat musim liburan. Selain mendukung distribusi hasil pertanian, jalan ini diharapkan dapat menyatukan berbagai kegiatan ekonomi yang selama ini tersebar. Namun, ironi pun terjadi ketika fungsi ideal tersebut tergantikan oleh aksi balap liar yang kian marak. Suara knalpot brong yang beresonansi di malam hari justru menciptakan atmosfer kegelisahan yang mendalam di kalangan warga (10/06/2025).
Woro salah seorang warga lokal mengatakan “Pemerintah daerah telah mencanangkan proyek ini untuk menciptakan akses yang lebih efisien dan mendukung mobilitas masyarakat. Dengan jalan alternatif yang layak, arus kendaraan besar dari Solo ke Jogja pun diharapkan dapat terurai dengan baik, memberi ruang bagi para pengendara untuk berlalu dengan aman. Namun, realitas di lapangan memperlihatkan sisi gelap yang dihasilkan dari penyalahgunaan infrastruktur publik. Setiap akhir pekan dan malam Minggu, jalan lingkar Delanggu berubah menjadi arena pertunjukan adrenalin, di mana para remaja berkumpul dengan semangat berlebihan untuk berlomba dengan kecepatan yang tidak terkendali.” ujarnya
“Kebisingan yang dihasilkan oleh knalpot motor yang di “brong” mulai mengganggu ketenangan desa. Bayangkan saja, di tengah malam ketika warga sengaja mencari ketenangan untuk beristirahat, gema deru mesin dan suara bising knalpot tiba-tiba menerobos sunyi. Suasana yang seharusnya mendukung keamanan dan kenyamanan berubah menjadi sarang ketegangan. Aksi kejar-kejaran para pembalap liar yang dikejar polisi tidak segan-segan menyimpang ke jalan-jalan desa menambah kekhawatiran, dimana kecelakaan fatal kian mengintai di setiap tikungan. Kondisi ini tidak hanya menyisakan rasa takut di kalangan pengguna jalan, tetapi juga menimbulkan keresahan mendalam bagi warga yang telah lama berharap pada kemajuan infrastruktur.” jelas Woro.
Dirinya menambahkan “Berbagai upaya penindakan oleh pihak kepolisian telah dilakukan untuk menekan aksi balap liar ini. Operasi razia rutin dan penangkapan beberapa pelaku sempat menjadi headline dalam setiap pemberitaan lokal. Namun, ironisnya, semakin keras aparat menindak, semakin tertantanglah semangat para pembalap untuk menentang otoritas. Mereka seolah bermain petak umpet dengan aparat, memacu kendaraannya dengan keberanian yang tanpa pertimbangan akan keselamatan. Fenomena inilah yang semakin menyisakan pertanyaan, mengapa penegakan hukum yang sudah rutin dilakukan belum mampu memberikan efek jera yang signifikan?”…
- Advertisement -
“Tak hanya aparat yang beraksi, masyarakat setempat pun mencoba menunjukkan ketidakpuasan mereka terhadap maraknya aksi yang membahayakan tersebut. Spanduk-spanduk “penolakan balap liar dan knalpot brong” mulai bermunculan di beberapa simpul jalan strategis. Ini merupakan cerminan rasa jengah dan keinginan warga untuk mengembalikan ketentraman di lingkungan mereka. Meskipun demikian, upaya simbolis seperti pemasangan spanduk seolah belum mampu menghentikan para pelaku yang justru semakin merasa tertantang. Kurangnya keseriusan respons ini menuntut kebijakan yang lebih tegas dan terstruktur dari berbagai pihak.” paparnya.
“Penyelesaian permasalahan balap liar tidak semata-mata bergantung pada operasi razia saja. Diperlukan pendekatan yang lebih holistik agar perubahan perilaku dapat tercapai. Edukasi terkait keselamatan berlalu lintas harus terus digalakkan, melibatkan sekolah, orang tua, komunitas dan tokoh masyarakat untuk menanamkan nilai tanggung jawab dalam berkendara. Pengetahuan akan risiko balap liar dan dampaknya terhadap keselamatan tidak hanya penting untuk mencegah kecelakaan, tetapi juga sebagai pembelajaran moral bagi para remaja yang kian sering mengabaikan disiplin. Di sisi lain, masyarakat juga dapat didorong untuk aktif mengawasi dan melaporkan setiap aksi yang berpotensi membahayakan, sehingga tercipta sinergi dalam menjaga keamanan lingkungan.” terang Woro.
Pertanyaan kritis muncul dari kenyataan ini. Mengapa, ketika Klaten telah menyediakan Medan Pacuan Motor yang memiliki standar keselamatan dan aturan yang ketat, para pembalap justru memilih jalan lingkar timur Delanggu sebagai arena mereka?… “Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara ketersediaan fasilitas dan perilaku pengguna jalan. Kendati fasilitas resmi telah ada, kurangnya sosialisasi mengenai manfaat dan tata cara penggunaan arena balap yang aman membuat para pelaku masih memilih aksi balap liar di jalan umum. Ketidakseragaman penyuluhan ini seolah menjadi celah yang dimanfaatkan sehingga menimbulkan resiko tinggi bagi keselamatan publik.” tegas Woro coba mengurai persoalan.
“Di tengah pergulatan antara penegakan hukum dan edukasi, langkah nyata harus dirumuskan bersama antara aparat keamanan, pemerintah, dan masyarakat. Tidak ada salahnya bila ditinjau kembali kebijakan mengenai penggunaan infrastruktur publik yang selama ini dianggap sebagai ruang bebas untuk beraksi diperketat lagi. Peningkatan patroli, pemasangan rambu peringatan yang jelas, serta penerapan sanksi tegas kepada pelanggar merupakan langkah-langkah mendasar yang harus segera direalisasikan. Dengan demikian, kendali atas penggunaan jalan lingkar timur Delanggu dapat kembali sesuai dengan tujuan awal yakni mendukung mobilitas dan pengembangan ekonomi daerah.” tutur Woro antusias.
Akhirnya, “Fenomena balap liar dan knalpot brong yang kini mewarnai malam hari di Delanggu merupakan cerminan dari tantangan dalam pengelolaan ruang publik di era modern. Keberadaan infrastruktur yang memadai tidak otomatis menjamin terwujudnya tatanan dan disiplin di masyarakat. Dibutuhkan komitmen bersama yang melibatkan berbagai pihak untuk mengubah perilaku yang merugikan.” tegasnya
- Advertisement -
Woro berharap “Masyarakat Delanggu, yang telah menunjukkan ketidaksenangannya, memiliki potensi untuk menjadi garda terdepan dalam mengawal keamanan dan kenyamanan lingkungan. Semoga sinergi antara aparat keamanan, pemerintah, dan seluruh lapisan masyarakat segera terwujud sehingga jalan yang semula dicanangkan untuk kemajuan dan kesejahteraan, tidak lagi terganggu oleh aksi yang merusak dan mengancam nyawa.” pungkasnya.
Dengan langkah yang tepat dan komprehensif, bukan tidak mungkin akselerasi edukasi serta penegakan hukum mampu menjinakkan tantangan balap liar. Perubahan budaya berkendara yang bertanggung jawab bisa dimulai dari titik ini, menjadikan Delanggu sebagai contoh pengelolaan infrastruktur publik yang harmonis demi masa depan yang lebih aman dan terarah.
- Advertisement -
®Pitut Saputra