CIREBON, CHANEL7.ID – Dalam tradisi masyarakat Cirebon, jabatan Kuwu bukan sekadar sebutan untuk Kepala Desa. Nama ini sarat nilai historis dan spiritual, yang berakar pada sosok legendaris Mbah Kuwu, tokoh agung yang dikenal berbudi luhur, adil, dan mencintai rakyatnya. Bahkan, dalam silsilah lokal, Mbah Kuwu diyakini sebagai paman dari Kanjeng Sunan Gunung Jati tokoh besar penyebar Islam dan pendiri Kesultanan Cirebon.
Namun, alangkah ironis dan menyedihkannya, apabila nama yang agung “Mbah Kuwu” kini mulai tercoreng oleh ulah sebagian oknum Kuwu masa kini yang justru melupakan nilai-nilai luhur tersebut. Kepercayaan masyarakat serta wasiat luhur dari leluhur seperti Kanjeng Sunan Gunung Jati—yang berpesan: “Ingsun Titip Tajug lan Fakir Miskin”—perlahan berpotensi terkikis dalam perkembangan zaman, melalui pengelolaan Pendapatan Asli Desa (PADesa) yang menyimpang dari amanat undang-undang desa.
PADesa: Antara Amanat Leluhur dan Potensi Kejahatan Struktural:
PADesa, yang idealnya menjadi sumber penggerak kesejahteraan bagi masyarakat di desa, khususnya masyarakat yang terkategori miskin, kini mulai dijadikan “ladang bancakan” oleh oknum Kuwu dan oknum perangkatnya. Salah satu yang paling rawan adalah pendapatan dari penyewaan Tanah Kas Desa (TKD) atau khususnya tanah bengkok, yang kerap dibagi-bagi seenaknya sebagai insentif tambahan tanpa mekanisme transparansi maupun regulasi yang sah.
Apakah ini bukan bentuk nyata pengkhianatan terhadap amanat Undang-Undang Desa yang menyatakan bahwa pembangunan desa harus berpusat pada rakyat—bukan elit birokrasi desa?
Wasiat yang terabaikan, Ketika PADesa tidak dirasakan Fakir Miskin:
- Advertisement -
Wasiat luhur Kanjeng Sunan Gunung Jati yang menekankan pentingnya menjaga tajug (tempat ibadah) dan memelihara fakir miskin bukanlah sekadar ungkapan spiritual. Ia adalah instruksi moral terhadap kita semua termasuk seluruh pemimpin, termasuk kepala desa, untuk menjadikan masyarakat miskin sebagai bagian dari salah satu prioritas utama.
Jangan sampai wasiat tersebut seperti diperlakukan sebagai dongeng masa lalu, melainkan diterapkan. PADesa yang yang sejatinya diperuntukkan dan digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat miskin atau menanggulangi masyarakat miskin dengan melalui program-program strategis, justru berpotensi besar dikuasai oleh segelintir oknum elit desa demi meraup keuntungan dan kepentingan oknum tertentu. Apakah ini bukan bentuk kemunafikan birokrasi lokal?
Jangan Sampai Nama “Mbah Kuwu” Menjadi Ternodai:
Menyebut diri sebagai Kuwu berarti mengemban warisan nama besar Mbah Kuwu. Nama warisan kuwu merupakan warisan budaya turun temurun yang di berikan kepada kepala desa sejak berabad-abad sebagai bentuk spiritualitas dll yang bersifat luhur termasuk simbol tanggung jawab spiritual dan moral. Maka ketika ada oknum Kuwu yang memperkaya diri dari PADesa, sama saja ia telah menodai kehormatan leluhur dan menjadikan nama besar “Mbah Kuwu”.
Tidak hanya itu, mereka pun secara tidak langsung menginjak-injak pesan sakral dari keponakan Mbah Kuwu sendiri, yaitu Kanjeng Sunan Gunung Jati. Inilah bentuk pengkhianatan ganda: terhadap leluhur dan terhadap rakyat!
Jangan Sampai Mencoreng Nama Baik “Mbah Kuwu dan Kanjeng Gusti Sinuhun Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)”: Sungguh ironis, sebutan “Kuwu untuk Kepala Desa” yang diwarisi dari nama tokoh yang agung “Mbah Kuwu” justru kini berpotensi digunakan oleh sebagian oknum untuk membungkus praktik kejahatan PADesa sehingga dapat berpotensi mencoreng dua nama tokoh yang agung di Cirebon (Mbah Kuwu dan Kanjeng Gusti Sinuhun Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah ). Walaupun hari ini kita menyebutnya hanya “Kuwu”, semangat dan tanggung jawab moral dari nama “Mbah Kuwu” tetap melekat dan wajib serta patut dijaga sebagai bentuk penghormatan yang adi luhung.
Jika oknum kepala desa hari ini masih abai terhadap hak rakyat miskin dan malah berupaya menguasai PADesa demi kepentingan pribadi, maka sejatinya oknum kuwu telah menodai dua nama tokoh yang agung seperti nama baik Mbah Kuwu dan wasiat Sunan Gunung Jati serta menjadi penghianat terhadap masyarakat dan Bangsa.
- Advertisement -
Bangkitkan Spirit Leluhur, Awasi PADesa, Lawan Pengkhianatan!:
Sudah saatnya masyarakat di desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), inspektorat, hingga Aparat Penegak Hukum (APH) membuka mata dan telinga dan tidak berpangku tangan terhadap pembiaran kejahatan PADesa di Kabupaten Cirebon yang semakin melonjak drastis secara signifikan sejak tahun 2016. PADesa bukan milik segelintir oknum Pemerintah Desa, melainkan adanya hak mutlak terhadap masyarakat yang miskin! Setiap rupiah harus tercatat, dipertanggungjawabkan, dan digunakan sebesar-besarnya untuk menyejahterakan rakyat miskin sebagaimana Undang-undang Desa.
Pengawasan publik mesti diperkuat. Keterlibatan aktif dari masyarakat sipil adalah benteng terakhir dalam melawan kejahatan yang dibungkus formalitas jabatan dari oknum kepala desa. Kita tidak bisa lagi membiarkan wasiat luhur Sunan Gunung Jati diabaikan, maupun membiarkan nama besar Mbah Kuwu yang kini dijadikan simbol penghormatan budaya melalui sebutan ‘Kuwu’ bagi kepala desa tercemar oleh perilaku oknum yang licik dan picik penuh intrik. Warisan nama kuwu yang diberikan kepada kepala desa yang telah hidup turun-temurun selama berabad-abad seharusnya dijaga dan dimuliakan, bukan dirusak oleh oknum kuwu yang bertindak bak ‘raja cilik’ yang penuh intrik demi mencekik PADesa.
Spirit Leluhur yang Adi Luhung Harus Dibangkitkan:
Sudah saatnya seluruh stakeholder, mulai dari inspektorat, BPD, hingga masyarakat sipil memperketat pengawasan atas pengelolaan PADesa di desa kalian masing-masing. Setiap rupiah dari PADesa khususnya tanah bengkok harus jelas pencatatannya, jelas penggunaannya, dan tepat sasarannya, karena sejatinya PADesa diperuntukkan dan digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat miskin atau menanggulangi masyarakat miskin, bukan hanya pejabat.
Nama Kuwu sebutan nama lain untuk Kepala Desa bukan sekedar nama biasa budaya yang tidak terelakan, melainkan Ia adalah warisan nama yang berasal dari “Mbah Kuwu” sosok tokoh yang agung di Cirebon. Selain nama sosook yang agung yang berbudi luhur terdapat amanah dari keponakannya yakni Kanjeng Sunan Gunung Jati yang terkenal dengan wasiatnya “Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin”. Namun apabila menyalahgunakan PADesa sama saja mengkhianati dua tokoh yang agung berakhlak luhur dan mulia. Selain itu, tentunya pantas di cap sebagai penghianat terhadap masyarakat dan Negara bagi oknum pelaku kejahatan PADesa.
- Advertisement -
Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu: Rakyat Wajib Menuntut PAdesa:
Sudah waktunya aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap penyalahgunaan PADesa. Jangan biarkan praktik korupsi di level desa dianggap sepele, karena di sanalah berpotensi adanya akar ketimpangan sosial seringkali mulai tumbuh.
Jika para pelaku kejahatan PADesa tidak segera ditindak, maka bukan hanya rakyat yang dirugikan, tapi juga sejarah, budaya, dan nilai yang luhur dari leluhur berpotensi dikubur dalam-dalam oleh keserakahan para oknum.
Penyalahgunaan PADesa bukan sekadar pelanggaran administratif. Itu berpotensi penghinaan terhadap dua tokoh yang agung di Cirebon yakni Mbah Kuwu dan Kanjeng Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) dari oknum pelaku kejahatan PADesa. Selain itu, oknum kuwu yang terjerat kasus korupsi PADesa layak disebut sebagai pengkhianat rakyat dan negara. Karena sejatinya PADesa diperuntukkan dan digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat miskin atau menanggulangi masyarakat miskin.
Spirit Leluhur yang Adi Luhung Harus Dibangkitkan:
Sudah saatnya seluruh stakeholder, mulai dari inspektorat, BPD, hingga masyarakat sipil memperketat pengawasan atas pengelolaan PADesa di desa kalian masing-masing. Setiap rupiah dari PADesa khususnya tanah bengkok harus jelas pencatatannya, jelas penggunaannya, dan tepat sasarannya, karena sejatinya PADesa diperuntukkan dan digunakan sebesar-besarnya untuk masyarakat miskin atau menanggulangi masyarakat miskin, bukan hanya pejabat.
Nama Kuwu sebutan nama lain untuk Kepala Desa bukan sekedar nama biasa dari budaya yang tidak terelakan, melainkan Ia adalah warisan nama yang berasal dari “Mbah Kuwu” sosok tokoh yang agung di Cirebon. Selain nama sosok yang agung yang berbudi luhur terdapat amanah dari keponakannya yakni Kanjeng Sunan Gunung Jati yang terkenal dengan wasiatnya “Ingsun Titip Tajug Lan Fakir Miskin”. Namun apabila menyalahgunakan PADesa sama saja mengkhianati dua tokoh yang agung berakhlak luhur dan mulia. Selain itu, oknum pelaku kejahatan PADesa tentunya pantas di cap sebagai penghianat terhadap masyarakat dan Negara.
©Disclaimer: Artikel ini Berdasarkan Pendapatan Penulis.
®Hadiyanto