YOGYAKARATA, CHANEL7.ID – Isu merger antara dua raksasa transportasi online, Grab dan Gojek, semakin menguat dan menjadi sorotan publik. Namun, dibalik kalkulasi bisnis yang mungkin menguntungkan perusahaan, para driver yang berada di garis depan layanan ini justru semakin dihinggapi kekhawatiran. (09/05/2025).
Hari ini awak media berbincang dengan Wuri Rahmawati Ketua dari Forum Ojek Online Yogyakarta Bergerak (FOYB) sebuah perkumpulan driver ojol Jogja setelah siang tadi sempat mengeluarkan pernyataan resmi, Paguyuban Driver Gojek Yogyakarta menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap rencana ini, menyoroti berbagai ancaman yang berpotensi merugikan mitra mereka dan ekosistem transportasi digital Indonesia.
Dalam paparnya Wury mengatakan
“Transportasi online telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat Indonesia. Para driver bukan hanya sekedar penyedia jasa, tetapi juga bagian penting dari infrastruktur ekonomi yang memastikan mobilitas, keamanan, bahkan keselamatan di jalan. Banyak di antara mereka menjadi pelopor keselamatan, membantu masyarakat dalam keadaan darurat, dan berkontribusi dalam mendorong roda perekonomian nasional.” terangnya
“Ironisnya, kontribusi besar tersebut belum diimbangi dengan perlindungan dan regulasi yang memadai dari pemerintah. Hingga kini, berbagai persoalan internal antara driver dan aplikator masih belum menemukan solusi. Tarif yang rendah, pola kemitraan yang cenderung menguntungkan perusahaan, hingga regulasi yang tidak berpihak pada kesejahteraan driver menjadi masalah yang terus menggelayuti mereka. Keadaan semakin pelik dengan munculnya wacana merger yang semakin santer, memicu kegaduhan dan kepanikan di tingkat akar rumput.” terang Wurry.
- Advertisement -
Kekhawatiran Monopoli dan Dampak terhadap Keberlanjutan Kerja
Lebih jauh Wuri mengkhawatirkan “Jika merger benar-benar terjadi, Indonesia berisiko menghadapi monopoli di sektor transportasi online. Dominasi satu perusahaan besar dalam industri ini berpotensi melahirkan kebijakan yang semakin menekan driver. Pemutusan mitra secara sepihak bisa menjadi konsekuensi dari langkah efisiensi yang diambil perusahaan pasca-merger. Begitu pula dengan penyesuaian tarif dan sistem kerja yang kemungkinan besar tidak akan berpihak kepada mitra.” jelasnya
Selain itu, Wuri juga menambahkan “Para driver dalam hal ini menyoroti bahwa Gojek adalah perusahaan asli Indonesia. Jika akuisisi terjadi, maka kontrol industri ini berpotensi jatuh ke tangan asing. Hal ini bukan hanya berdampak pada kesejahteraan driver, tetapi juga bisa menggerus pendapatan negara serta melemahkan industri transportasi digital yang selama ini menjadi aset kebanggaan nasional.” ujar Wuri
Dalam pernyataan resminya di Yogyakarta, para driver dengan tegas menyebutkan bahwa rencana merger ini bertentangan dengan regulasi yang berlaku, termasuk Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Regulasi ini seharusnya mencegah dominasi satu entitas yang dapat merugikan banyak pihak, termasuk ribuan driver yang menggantungkan hidupnya pada layanan transportasi berbasis aplikasi.
Namun, “Lebih dari sekadar aspek hukum, keresahan yang muncul di kalangan driver mencerminkan persoalan sosial yang lebih luas. Mereka bukan sekadar bagian dari sistem ekonomi digital, tetapi juga masyarakat yang berhak mendapatkan perlindungan dan kepastian kerja yang layak. Oleh karena itu, gerakan penolakan terhadap akuisisi ini tidak hanya berlangsung di Yogyakarta, tetapi juga mendapatkan dukungan dari berbagai komunitas driver di Solo, Semarang, dan wilayah lainnya.” tegas Wuri.
- Advertisement -
Para driver menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto beserta jajaran kabinet dan anggota DPR-RI untuk turun tangan dalam menolak rencana merger ini. Mereka berharap pemerintah menggunakan hati nurani dalam melihat ketertindasan yang mereka alami, serta memastikan bahwa kepentingan rakyat tidak dikalahkan oleh kepentingan korporasi.
Mereka juga mengajak seluruh driver di Indonesia untuk bersatu, menyingkirkan perbedaan, dan memperkuat solidaritas dalam perjuangan ini. Mereka menegaskan bahwa driver bukan sekadar aset bisnis yang bisa diperjualbelikan oleh perusahaan korporat. Mereka bukan barang dagangan yang bisa dimanfaatkan semata untuk kepentingan elite bisnis.
“Gelombang suara yang terus menguat dari akar rumput ini menunjukkan bahwa industri transportasi online tidak bisa sekadar dipandang dari aspek efisiensi dan keuntungan semata. Kesejahteraan mitra yang telah berkontribusi dalam membangun sistem ini harus menjadi perhatian utama.” Pungkas Wuri.
- Advertisement -
Kini, pertanyaannya adalah akankah suara mereka didengar?
®Pitut Saputra