JATENG, CHANEL7.ID – Ditengah perjuangan Gig Worker untuk keadilan dan transparansi, Sebuah insiden memperlihatkan wajah kelam ekosistem transportasi online di Indonesia. Sejumlah pengemudi ojek online yang mengirimkan karangan bunga ke kantor aplikator sebagai simbol perhatian dan permohonan evaluasi justru mendapatkan sanksi suspend (30/04/2025).
Langkah yang diambil aplikator ini memicu kemarahan luas, sebab suspend diberikan kepada mitra yang ingin menyampaikan aspirasi secara damai. Karangan Bunga sebatas bentuk perhatian untuk langkah evaluasi, ia adalah simbol cinta dan harapan akan perubahan, namun justru dijawab dengan hukuman yang menghilangkan akses penghasilan para pengemudi.
Menurut Wury, Ketua FOYB (Forum Ojek Online Yogyakarta Bergerak), tindakan ini adalah bentuk kemunduran demokrasi, di mana suara mitra yang seharusnya didengar malah dibungkam.
“Tindakan ini sungguh ironis. Mereka bukan sedang melakukan demonstrasi keras atau merusak fasilitas, mereka hanya ingin menyampaikan permohonan evaluasi agar sistem bisa lebih baik kedepannya. Mengapa ini dianggap ancaman? ujar Wury dengan nada kecewa.
- Advertisement -
Bukannya membuka ruang dialog, aplikator justru memilih jalan pintas dengan suspend, memperlihatkan sikap tidak demokratis dan semakin menegaskan bahwa mitra hanya dianggap sebagai alat produksi, bukan manusia yang berhak bersuara.
Karangan Bunga: Simbol Aspirasi yang Dianggap Ancaman
Mitra yang mengirimkan bunga tidak berniat mengganggu operasional perusahaan. Mereka hanya ingin memberikan sinyal bahwa ada banyak aspek dalam kemitraan yang perlu diperbaiki, mulai dari transparansi tarif hingga kebijakan yang lebih adil bagi pengemudi.
Namun, insiden ini membuktikan bahwa hubungan kemitraan antara aplikator dan mitra masih jauh dari konsep demokrasi dan keterbukaan.
“Jika mengirimkan karangan bunga saja dianggap sebagai pelanggaran, bagaimana bisa kami berharap ada ruang komunikasi yang lebih sehat antara aplikator dan mitra? Suspend ini hanya menunjukkan bahwa suara ojol tidak dihargai,” tegas Wury.
- Advertisement -
Alih-alih merespons dengan introspeksi dan membuka dialog, aplikator memilih untuk menggunakan suspend sebagai alat pembungkaman, semakin memperjelas betapa timpangnya hubungan kekuasaan dalam ekosistem kerja digital.
Suspend: Mekanisme Hukuman atau Pembungkaman?
Suspend terhadap mitra tidak hanya berdampak pada sumber pendapatan mereka, tetapi juga semakin mempersempit ruang bagi pekerja transportasi online untuk menyampaikan aspirasi tanpa rasa takut.
- Advertisement -
Menurut Wury, tindakan ini bukan sekadar sanksi administratif, tetapi cara untuk membungkam mitra agar tidak bersuara.
“Kami tahu bahwa mitra berada dalam posisi yang lemah karena tidak memiliki perlindungan hukum yang jelas. Tapi suspend terhadap mereka yang ingin memberikan kritik dengan cara damai adalah bentuk pembungkaman, ”Ujar Wury.
Jika pola ini terus berulang, maka sistem kerja digital hanya akan semakin memperkuat otoritas aplikator tanpa memberi ruang bagi mitra untuk menyampaikan keluhan dan menuntut hak yang lebih adil.
Kemunduran Demokrasi di Ekosistem Transportasi Online
Menurut FOYB, insiden ini memperjelas bahwa demokrasi dalam hubungan kerja digital semakin terancam.
“Jika sebuah aspirasi damai saja dianggap ancaman, lalu apa yang tersisa bagi kami sebagai mitra? Haruskah semua kritik terhadap aplikator dihilangkan?” ucap Wury dengan nada kecewa.
Aspirasi mitra bukan bentuk pembangkangan, tetapi cara mereka untuk mengingatkan aplikator agar lebih transparan dalam kebijakan. Jika suspend tetap dijadikan senjata utama dalam meredam suara mitra, maka transportasi online di Indonesia akan semakin terjebak dalam sistem yang tidak demokratis.
Seruan FOYB: Demokrasi Harus Diperjuangkan
FOYB menegaskan bahwa ke depan, harus ada dialog terbuka dan mekanisme komunikasi yang lebih demokratis, sehingga keluhan mitra bisa diterima tanpa ancaman suspend atau pembungkaman.
“Jika aspirasi tidak diberikan ruang, bagaimana kami bisa percaya bahwa aplikator benar-benar peduli terhadap kesejahteraan mitra? Kami bukan lawan, kami hanya ingin sistem ini lebih transparan dan berpihak kepada mereka yang bekerja di jalan setiap hari, ”Ujar Wury.
Mitra bukan sekadar roda penggerak ekonomi digital, mereka adalah pekerja yang harus dihormati dan didengar. Suspend bukan solusi, tetapi bentuk pengabaian terhadap demokrasi dan hak pekerja digital.
GARDA Solo Raya: Demokrasi yang Kian Terkikis
Senada dengan FOYB, GARDA Solo Raya juga mengecam tindakan suspend terhadap pengemudi yang hanya ingin menyampaikan aspirasi.
Djoko Saryanto, Juru Bicara GARDA Solo Raya, menyebut tindakan ini sebagai bentuk nyata dari ketimpangan kekuasaan korporasi terhadap tenaga kerja digital.
“Tindakan ini menunjukkan kemunduran demokrasi, di mana tenaga kerja yang ingin menyampaikan aspirasi dengan damai justru dibungkam. Pengiriman bunga bukanlah bentuk perlawanan kasar, tetapi sebuah cara sopan untuk mengingatkan aplikator bahwa kebijakan mereka perlu dievaluasi,” tegas Djoko.
Menurutnya, fenomena ini semakin membuktikan bahwa gig worker dalam ekosistem transportasi online masih berada dalam posisi yang sangat rentan.
“Tidak boleh lagi terjadi pembungkaman terhadap suara pekerja, baik melalui suspend maupun tindakan represif lainnya. Demokrasi seharusnya melindungi hak semua pihak untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan keadilan, bukan menjadi alat bagi korporasi untuk membungkam mereka yang menuntut perubahan.
GARDA Solo Raya bersama FOYB dan komunitas pengemudi transportasi online di berbagai kota menyerukan perlawanan terhadap sistem yang membatasi kebebasan berbicara mitra. Jika aplikator terus mempertahankan pola ini, maka ekosistem kerja digital akan semakin jauh dari prinsip keadilan dan transparansi.
Demokrasi yang Harus Diperjuangkan
Suspend terhadap mitra yang mengirimkan bunga bukan hanya tentang keputusan sepihak dari aplikator, tetapi tentang kemunduran demokrasi dalam ekosistem kerja digital.
Mitra tidak boleh terus diperlakukan sebagai tenaga kerja tanpa hak suara, sebab mereka adalah bagian dari sistem yang harus dihormati dan didengarkan. Jika kebebasan berbicara terus dibatasi, maka perjuangan untuk keadilan bagi gig worker dan pekerja transportasi online akan semakin sulit.
Kini, saatnya menata kembali hubungan antara aplikator dan mitra, membuka dialog yang lebih transparan, serta memastikan bahwa kritik dan aspirasi tidak lagi dihukum, tetapi dihargai.
“Salam satu aspal! Perjuangan belum selesai, dan keadilan harus terus diperjuangkan.” tegas Wury, Ketua FOYB Yogyakarta
“Kita akan terus bergerak demi keadilan bagi transportasi online dan pekerja digital di Indonesia. Kita tidak Ingin masa-masa Orba Kembali Terulang di Era Digitalisasi ini, Bisa Jadi Setelah dibungkam akan “dihilangkan” Maka hanya satu kata kita harus melawan, “pungkas Djoko Saryanto, GARDA Solo Raya
Hingga berita ini diturunkan pihak GRAB Yogyakarta masih belum bisa dikonfirmasi terkait insiden tersebut.
®Pitut Saputra