JOGYAKARTA, CHANEL7.ID – Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI), beserta perwakilan Ormas Pembela Islam, Emak-Emak Indonesia, HMI dan masyarakat sekitar, menggelar aksi penyampaian pendapat di Tugu Jogya, sebelumnya ratusan pihak aparat keamanan sebelumnya sudah berjaga disekitar Tugu Jogya, guna pengamanan aksi 2502 ARPI dan mengatur lalu lintas disekitar (25/02/2025)
Sekitar pukul 11.30 Wib mobil komando (mokom) tiba di Tugu Jogya dan diikuti puluhan peserta aksi yang kemudian mendekat serta melakukan persiapan aksi dengan membuat beberapa corat-coret diatas spanduk yang berisi tuntutan aksi. Sesaat kemudian paska persiapan selesai maka di gelar mimbar bebas parlemen rakyat, guna penyampaian aspirasi oleh para peserta aksi yang satu persatu menyampaikan kegelisahan dan tuntutan’nya.
Dalam orasinya Doel mengatakan “Tapera yang saat ini menjadi Danantara (Daya Anagata Nusantara) merupakan penyatuan BUMN besar yang tidak bisa diawasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta tidak bisa diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan (BPK), kebijakan negara tersebut layak diawasi, dan diwaspadai, demikian juga para aparat penegak hukum, diminta untuk tetap netral, sebab kalau tidak netral berarti perlu dilakukan reformasi total di tubuh Polri,” ujar orator aksi, mengawali orasinya.
Ditambahkan olehnya “Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai adalah sebuah pembodohan publik, terhadap masyarakat sipil, negara tidak berhak mengatur makanan bergizi pada anak-anak, karena dalam hal tersebut, orang tua’lah yang lebih bisa mengetahui dan memahami, apa yang dibutuhkan anaknya terkait gizi. Coba kita renungkan, ketika makan siang terjadi Pemerintah tidak tau, apakah nantinya anak-anak dirumah bisa makan atau tidak, karena orang tuan’nya telah terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak, imbas dari efisiensi anggaran yang diterapkan Pemerintah ini, bukan saja persoalan makan gratis, tapi rakyat lebih membutuhkan agar pendapatan’nya ditingkatkan, pendapatan perkapita di setiap sektor tenaga kerja,” pungkasnya.
- Advertisement -
Sekitar pukul 12.45.Wib rombongan aksi bergeser ke depan Gedung DPRD Jogyakarta dan kembali melangsungkan mimbar bebas di Depan Gedung DPRD tersebut, sempat terjadi sedikit ketegangan karena pintu tidak dibuka, hingga akhirnya mimbar bebas digelar di pelataran depan pinggir jalan Malioboro.
Dani Koordinator aksi mengatakan “program MBG ketika kami melakukan riset justru sangat berbeda, sebab masyarakat bukan menginginkan MBG, tapi pendidikan gratis, itulah yang semestinya menjadi tanggung jawab negara, dalam menyediakan pendidikan gratis yang akuntabel dan profesional tersebut, Program MBG itu tidak menguntungkan masyarakat, karena ketika siang anak- anak bisa makan di sekolah, tapi ketika pulang sekolah, apakah mereka bisa makan atau tidak?, lagi-lagi pemangkasan anggaran telah menimbulkan banyak efek domino, salah satunya PHK massal, karena efisiensi anggaran tersebut, orang tua di PHK, ini tidak ada solusi sama sekali, dan yang lebih menyedihkan pemangkasan anggaran tersebut kemudian disalurkan guna program MBG dan Danantara, yang jelas-jelas didalamnya ada dua mantan Presiden Indonesia, Jokowi Dan SBY, kami mencurigai ketika adanya lembaga tersebut, justru nantinya akan menjadi kepentingan dari dua mantan Presiden tersebut di tahun 2025, maka bila tidak mulai hari ini dikontrol, akan terlambat kedepan kita untuk melakukan kontrol.” terangnya.
Kebebasan berekspresi dicekal, bayar, bayar, bayar, dari Band Sukatani adalah merupakan sebuah ungkapan ekspresi, sebagai bentuk kecintaan kami terhadap kepolisian, dan bila itu di larang maka kami juga siap dan terima untuk berhadapan dengan kepolisian, ini menandakan bahwa Polri anti kritik, dan berlawanan dengan apa yang jadi himbauan dari Kapolri sendiri untuk kemudian masyarakat bisa menyampaikan kritik pada institusi kepolisian. Kesemuanya persoalan bangsa ini berawal ketika Jokowi pada tahun 2020 membuat omnibus law yang tidak jelas, kemudian 1 Januari kemarin, menaikkan pajak PPN 12%, dengan meningkatnya pajak maka akan mempengaruhi nilai jual, dan juga berpengaruh pada daya beli masyarakat, maka selanjutnya yang terjadi adalah banyak barang produksi yang tak terjual, hingga akhirnya para pengusaha melakukan PHK massal, seperti halnya di Jogya, sudah banyak terjadi, dan membuat angka pengangguran semakin meningkat, kemudian agar tidak banyak yang memprotes kebijakan omnibus law, maka dimunculkan’lah judi online, rakyat dibuat mengawang awang, dan dikondisikan untuk berharap 100 ribu bisa dipakai judi online agar bisa dapat hasil lebih, inilah yang mengacaukan semuanya, lalu chaos dan kriminalitas meningkat, itulah project polisi atas dasar rupiah, kasus dengan harga kambing namun biayanya seharga sapi, apakah benar negara ini dipimpin oleh rezim Ndasmu ? jelas ini adalah dipimpin oleh antek-antek Jokowi sebab mereka menginginkan Gibran lebih cepat jadi Presiden. Pariwisata Jogya hari ini bagus, tapi lihat nanti kedepan covid pasti akan terjadi lagi, merdeka hidup rakyat,” tidak ada NKRI harga mati, tapi yang ada adalah NKRI sampai mati, karena ketika ada harga maka akan terjadi tawar menawar disana.” pungkasnya.
Selanjutnya pada aksi didepan pelataran DPRD Jogyakarta, mimbar bebas yang silih berganti yang kemudian diisi oleh para perwakilan aksi, yang ikut menyampaikan beragam persoalan, terkait kegelisahan atas apa yang terjadi selama ini di Indonesia.
Senada apa yang disampaikan orator aksi Feldi dari Perwakilan Pengelola Sampah Jogyakarta juga menyampaikan “Program Bank sampah dinilai adalah program pembodohan, sebab menyebabkan banyak perebutan lahan dan pergesekan kepentingan antar para pemulung, serta monopoli juga keruwetan harga, pemerintah dalam hal ini tidak bisa menyelesaikan masalah residu, sampah kota hanya disuruh buang ke Kulon Progo, masyarakat juga sudah bayar iuran tapi sampahnya tidak di ambil, kalau masalah produk sampah yang laku jual itu hanyalah mainan mereka, hari ini kami pastikan Pemerintah tidak punya tekhnologi dan tidak punya anggaran sampah, karena sudah di Refokusing buat penanganan covid 19, sebenarnya hal ini bisa diselesaikan dengan kearifan lokal, bila pemerintah mau berdialog, jasa angkut sampah yang terdata di DLH itu 700 orang, maka mari diskusi, terkait ilmu terapan di lapangan, dan bukan hanya mencari cuan, cuan, dan cuan, buat apa gerobak yang mangkrak disana, itu tidak berguna, hanya pura-pura beli grobak, tapi faktanya anggaran justru diduga dikorupsi, sampah selagi ada kemasan maka terus akan ada sampah, selagi kita makan maka akan ada sampah, persoalan ini adalah persoalan global. Sementara mereka ini adalah para pahlawan-pahlawan lingkungan yang tidak pernah disentuh oleh Pemerintah, bagaimana kesejahteraan dan kesehatan mereka tidak dipikirkan, Kepala DLH tidak punya ilmunya, Pemerintah tidak mengakui bahwa mereka pekok, kita mengkritik pemerintah malah dijawab Ndasmu, itulah kenapa Soeharto tidak pernah berpihak padanya, generasi saat ini tidak paham bagaimana tahun 98 kita mengkritisi Pemerintah dengan kerasnya, mereka Pemerintah ini, tidak punya ilmunya jadi pengolahan sampah adalah mereka para pengelola sampah dijalanan ini yang tau ilmunya.” terangnya.
- Advertisement -
Parman dari perwakilan Pengelola Sampah jalanan tak ketinggalan ikut berorasi terkait pengelolaan sampah di Jogyakarta yang carut marut. Kemudian disambung dari perwakilan Emak-Emak Indonesia, juga ikut ambil suara dalam kesempatan itu, mereka mengkritik kebijakan pemerintah terkait ketidak becusan Mentri dalam kabinetnya yang telah mengeluarkan kebijakan terkait gas elpiji juga program MBG, serta menyarankan pembenahan di tubuh Polri, selanjutnya dari perwakilan Pembela Islam ikut memaparkan terkait kuota haji yang bermasalah dan dimonopoli, juga pengungkapan kasus km 50 yang tak kunjung usai dimana 6 mujahid’nya telah menjadi korban dari kebiadaban aparat.
Papa Slam dari perwakilan seniman juga mengatakan “Partai di negri ini adalah sumber dari kerusakan, andaikata UU perampasan aset disetujui, maka babak itu sebenarnya adalah babak awal, bagaimana partai-partai kemudian bisa di awasi, namun yang terjadi di negri ini adalah terbalik balik, Partai-Partai dan Anggota Dewan justru yang mengambil keputusan, inilah makanya Partai-Partai ini, kemudian menjadi sumber korupsi. Presiden hanya omon-omon gembar gembor efisiensi dengan kabinet gemuknya, serta mengangkat Mentri yang meng’goblok goblokan orang,” terangnya.
Sesaat kemudian di nyanyikan sebuah lagu yang berjudul Indonesia gelap, sebuah karya kreatifnya dengan lirik yang penuh sindiran pedas, sebagai kritik sosial pada Pemerintahan.
- Advertisement -
Aksi kemudian berakhir menjelang Adzan Ashar dan para peserta aksi pun membubarkan diri kembali ke rumah masing-masing.
®Pitut Saputra
Ikuti Saluran WhatsApp Chanel7.id